Informasi

  • Fakultas Teknik

Tiga Mahasiswa Seni Rupa FT-UNG Lolos Program Manajemen Talenta Nasional Lab (MTN Lab)

  • 04 Desember 2025
  • 81 Views
  • By Admin
image

Program Manajemen Talenta Nasional Lab (MTN Lab) program prioritas nasional seni budaya bidang seni rupa di bawah naungan Kementerian Kebudayaan RI. Program ini bertujuan untuk memperkuat jejaring kreatif, menciptakan karya-karya seni baru, dan mempersiapkan talenta Indonesia agar mampu bersaing di tingkat nasional dan internasional. Implementasi program dilaksanakan dalam bentuk residensi hingga pameran, melalui pembelajaran teori dan praktik kesenian secara intensif untuk menemukan pengalaman baru dalam menciptakan dan mengapresiasi karya seni. Melalui kegiatan ini berpeluang ditemukan material dan teknik-teknik penciptaan seni baru, sekaligus memperluas persepsi dan apresiasi terhadap fenomena kesenian, guna memperkaya wacana seni dengan berbagai perspektif.

Program MTN Lab dilaksanakan di beberapa wilayah Indonesia seperti Gresik, Jakarta, Yogyakarta, Gorontalo, dan Denpasar. Untuk wilayah Gorontalo, peserta MTN Lab lolos seleksi berjumlah 29 perupa muda, yang berasal dari berbagai daerah seluruh Indonesia. Mereka melaksanakan berbagai bentuk kegiatan seni rupa sesuai program selama dua minggu (10-24 November 2025), yang didampingi oleh 8 kurator nasional bereputasi.

Di antara 29 peserta MTN Lab yang lolos seleksi tersebut terdapat tiga peserta yang merupakan mahasiswa Prodi Pendidikan Seni Rupa Jurusan Seni Rupa dan Desain Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo. Ketiga mahasiswa tersebut adalah Vidya Ramadhani Abas, Ika Dewi Handayani, dan Fidyawati Abdali. Ketiganya mengaku mendapat banyak pengalaman berharga dalam berkesenian melalui bimbingan intensif dari para seniman dan kurator profesional.  Pengalaman tersebut niscaya akan membuka cakrawala baru dalam mengembangkan konsep, material, kompetensi teknis, jejaring, kolaborasi, dan visi artistik yang lebih terbuka. Ini terlihat hasil-hasil karya mereka selama kegiatan MTN Lab, yang dipamerkan mulai 25 November – 13 Desember 2025 di Riden Baruadi Gallery dan Hardisk Studio.

  Vidya Ramadhani Abas berkolaborasi dengan perupa MD Natsir, menghasilkan karya instalasi dengan tajuk “Ilalang Berhembus, Tumbuh, dan Membesar”. Ia mengangkat konsep tentang narasi panjang proses penanaman padi hingga menjadi suguhan makan pokok tiap hari. Konsep tersebut diartikuliasikan dalam bentuk puluhan cetak grafis pada kain tipis tembus pandang dan dipajang teratur memenuhi gang.          

Bagi Vidya, padi bukan sekadar sumber makanan, tetapi sebuah perjalanan panjang yang kerap luput dari ingatan kita. Dari tanah yang dibuka, benih yang ditebar, hingga batang yang menguning di bawah matahari. Pertumbuhan padi berlangsung melalui ritme alam yang sabar dan bergantung pada musim. Namun di tengah kemudahan era modern dan ketika nasi hadir begitu cepat di meja makan, kita perlahan kehilangan hubungan dengan proses panjang yang melahirkannya. Melalui karyanya, Vidya berupaya mengembalikan ingatan pada jejak waktu yang tersimpan dalam tiap butir beras, yakni jejak kerja alam, petani, dan siklus hidup yang jarang terlihat. Karya ini menjadi ruang refleksi untuk menghargai kembali perjalanan padi sejak mula dan pengingat visual bahwa keberlimpahan yang kita nikmati hari ini lahir dari proses yang panjang, rapuh, dan sarat perjuangan.

Berbeda dengan Vidya dan Nasir, Ika Dewi Handayani mengeksplorasi limbah ranting-ranting kayu yang dikombinasikan dengan benang warna-warni sebagai material. Melalui material tersebut Ika menghasilkan karya dengan tajuk “Ruang Tumbuh’, yang dipajang di ruang terbuka.

Karya Ika berangkat dari perhatian kritis terhadap limpahan limbah ranting di Gorontalo sebagai material yang kerap dianggap tidak bernilai, tetapi sesungguhnya memiliki potensi artistik dan menyimpan jejak ekologis dan kultural. Dengan mempertahankan kesederhanaan bentuk, Ika sengaja membiarkan karakter alami ranting tetap dominan, sehingga material itu dapat “berbicara” melalui tekstur dan arah tumbuhnya. Pada bagian bawah, ia mengikat benang-benang berwarna merah, kuning, ungu, dan hijau. Warna-warni tersebut merupakan warna adat Gorontalo untuk menandakan keterhubungan antara manusia, tanah, dan sistem ekologis yang menopang kehidupan. Pilihan warna tersebut menegaskan bahwa identitas dan budaya lokal tumbuh dari kedekatan masyarakat dengan alam sekitarnya. Melalui tindakan menyusun ulang ranting-ranting yang sebelumnya tersisih, Ika menghadirkan refleksi tentang relasi timbal balik manusia dan lingkungan: bahwa merawat alam berarti merawat memori kolektif, nilai-nilai, serta jejak budaya yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. Karya ini hendak mengajak kita untuk melihat kembali bagaimana material yang terabaikan dapat menjadi medium untuk membaca hubungan ekologis dan identitas budaya.

Sementara itu, Fidyawati Abdali, mengeksplorasi spons karet sebagai utama karya melalui pengolahan, pewarnaan, dan modifikasi hingga melahirkan struktur baru, yang  diberi judul “Lekuk Rupa”. Karya tersebut menampilkan objek kaligrafi Arab dan ornamen secara berdampingan.

Karya Fidyawati Abdali menghadirkan eksplorasi material yang bertolak dari keinginannya menembus batas kebiasaan berkarya. Spons karet dipilih sebagai medium eksperimental karena sifatnya yang lentur, ringan, serta mampu menyerap warna dan mempertahankan bentuk ketika dipotong. Melalui serangkaian uji teknis (pemotongan, pelapisan warna, pembengkokan, dan penyusunan berulang), Fidyawati membangun komposisi visual yang menekankan pola, keterulangan, dan dinamika bentuk ornamental. Proses ini tidak hanya memperluas pendekatannya dari lukisan menuju karya berbasis ruang dan struktur, tetapi juga membuka dialog antara material dan gestur tangan sebagai modus penciptaan. Bentuk-bentuk ornamental direspons melalui kaligrafi fegon dengan pesan “dila ma’o tama’o olemu” (jangan kau buat serakah), untuk menegaskan lapisan makna etis dan kultural yang memperkaya narasi visualnya.

Karya-karya seni rupa yang dihasilkan oleh ketiga mahasiswa tersebut, memperlihatkan bahwa praktik seni rupa bukan sekadar proses estetik, tetapi juga ruang refleksi yang menautkan pengalaman personal, nilai kultural, dan kesadaran ekologis. Mereka sama-sama menghadirkan karya yang lahir dari pergulatan dengan material, teknik, ingatan, serta konteks sosial yang relevan. Dari penghargaan terhadap perjalanan padi, pembacaan ulang relasi manusia dan alam melalui ranting, hingga eksplorasi material spons yang berujung pada pesan etis melalui kaligrafi fegon. Karya- karya itu menawarkan cara berbeda dalam melihat kembali hubungan manusia dengan lingkungan, tradisi, dan tubuh kreatifnya.

Karya-karya tersebut menjadi pengingat bahwa proses kreatif dapat membuka kembali kesadaran terhadap hal-hal yang selama ini tersembunyi di balik keseharian, yang terungkap melalui riset artistik. Hal ini menegaskan pentingnya penelitian berbasis material, eksplorasi lintas pendekatan, serta integrasi nilai budaya dalam praktik seni rupa. Praktik seni rupa yang demikian itu menjadi sarana refleksi kritis, dialog sosial, dan rekonstruksi identitas, yang pada gilirannya dapat memperkaya wacana dan keilmuan seni rupa. Bagi Vidya Ramadhani, Ika Dewi Handayani dan Fidyawati Abdali sebagai mahasiswa Pendidikan Seni Rupa, keterlibatannya dalam Program MTN Lab secara utuh tentu tidak hanya bermanfaat dalam meningkatkan kapasitas artistik, tetapi juga memperkuat kompetensi pedagogik dan inovasi pembelajaran seni rupa.